Sumpah Mahasiswa: Filosofi atau Retorika Belaka
Kami
Mahasiswa Mahasiswi Indonesia Bersumpah :
1. Bertanah
air satu, tanah air tanpa penindasan.
2. Berbangsa
satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
3. Berbahasa
satu, bahasa tanpa kebohongan.
Pertama kali
mendengar sumpah ini jujur benar-benar bangga dan memiliki apresisi tinggi
terhadap mahasiswa-mahasiswi pencetusnya. Diucapkan dengan nada-nada
perjuangan, semangat untuk mengubah negeri ini menjadi lebih baik, suara-suara
yang bergema memenuhi. Setelah molihat video demonstrasi mahasiswa tahun 1998
dan video serta berita-berita ketidakadilan negara dan berbagai penindasan
terhadap masyarakat arus bawah.
Berbagai
tindakan dan perilaku para mahasiswa seolah tak menunjukkan eksistensi dan
loyalitas mereka terhadap sumpah tersebut.
Bertanah air
satu, tanah air tanpa penindasan.
Kejadian
kekerasan di berbagai kampus, baik dalam lingkup militer,sipil, maupun umum
tentu sudah jelas mengoyak-oyak sumpah pertama yang setiap mahasiswa pernah
ucapkan tersebut. Berbagai hal, baik secara fisik maupun psikis sering mereka
lakukan dengan dalil “ketegasan” dan “kedisiplinan”.
Berbangsa
satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
Ketika saya
berbicara tentang keadilan, maka perspektif yang saya gunakan adalah
perspektif menyeluruh, baik dilihat dari mahasiswa, pemerintah, dan masyarakat
luas pada umumnya. Bila kita lihat demonstrasi akhir-akhir ini, maka kita akan
dengan mudah melihat bagaimana hampir setiap aksi mahasiswa selalu diwarnai
dengan kekerasan. Ketika mereka berdalih bahwa mereka memboikot jalan ataupun
membakar ban untuk menyampaikan aksinya, tanyakan juga pada mereka, “Apakah
kalian tidak sedang mengganggu masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas
jalan tersebut? Apakah dengan cara ini kalian tidak sedang menghilangkan
hak-hak pengguna jalan yang lain?” Mungkin itu contoh sederhana, tetapi
bilakita ingat demonstrasi di Makassar beberapa bulan yang lalu, para mahasiswa
dengan sikap arogansinya memboikot dan menghancurkan semua fasilitas umum hanya
untuk menyampaikan aspirasi mereka, bahkan mereka melempari mobil ambulance
yang sedang lewat. Apakah itu bentuk keadilan untuk masyarakat???
Berbahasa
satu, bahasa tanpa kebohongan.
Untuk satu
hal ini saya akan mencoba melihat dari sudut pandang akademik para mahasiswa.
Mereka selalu berkata bahwa mereka ingin bahasa yang jujur tanpa kebohongan
sama sekali. Sekarang coba tanyakan kepada para mahasiswa, “Apakah kalian jujur
ketika ujian? Apakah kalian jujur ketika menyampaikan nilai IP kepada keluarga
di rumah? Apakah kalian juga jujur ketika keluarga menanyakan apa kegiatan
kalian di kampus?” Jika dilihat dari sisi lain, jujur saya tidak terlalu
percaya bahwa mereka berjuang benar-benar murni untuk negara, karena beberapa
teman aktivis saya ikut berdemonstrasi hanya untuk mendapatkan uang dan makanan
bungkusan dari seorang yang berkepentingan akan adanya demo tersebut.
Melalui
tulisan ini, saya tidak bermaksud untuk menggeneralisasikan bahwa semua
mahasiswa seperti yang saya ungkapkan tadi, dan saya juga tidak bermaksud untuk
membuat mahasiswa benci akan “aktivis” tapi untuk semua Mahasiswa Indonesia
saya harapkan dapat lebih dewasa dan mengerti bahwa mereka adalah pioner-pioner
pembaharuan yang menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Kalau mahasiswa/i
Indonesia masih seperti ini, maka jangan heran jika ketika mereka menjadi
“pembesar-pembesar” negeri ini mereka hanya bisa beretorika tanpa ada bukti
nyata perubahan bangsa.
“Perubahan
yang dilakukan mahasiswa hanyalah sebatas ide, sampai mereka benar-benar
menjadi penguasa negeri ini dan mewujudkan perubahan tersebut”
Hidup
Mahasiswa!!!
reblog from : http://bem.fti.uad.ac.id/sumpah-mahasiswa-filosofi-atau-retorika-belaka/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar