Selasa, 27 Desember 2016

Filosofi Logo UNTIRTA (UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA)
 Image result for untirta logo

Arti dari logo Untirta adalah sebagai berkut:
1.     Segi lima yaitu bentuk dasar yang melambangkan Pancasila.
2.     Menara Masjid Banten yang berdiri kokoh dan kuat melambangkan keteguhan iman, pendirian yang kokoh dan tujuan yang tinggi, mulia, dan dinamis.
3.     Beringin yang rindang berdiri tepat di tengah-tengah sebagai pengayom, melambangkan keadilan yang didambakan setiap insan.
4.     Empat akar pohon beringin yang terjuntai ke bawah melambangkan Undang-Undang Dasar 1945.
5.     Tiga cabang akar beringin melambangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat).
6.     Dua bulu angsa yang sebagai alat tulis pada zaman dahulu yang melambangkan simbol pendidikan.
7.     Dua garis merah di bawah adalah dua aliran sungai Ciujung dan Cidurian yang sejak zaman pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa digunakan untuk pengairan guna kemakmuran daerah, melambangkan suatu harapan agar para mahasiswa Untirta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya untuk kemakmuran daerah.

Arti dari warna yang ada di lambang Untirta adalah sebagai berikut:
1.     Putih melambangkan kesucian dan kebersihan hati yang murni.
2.     Kuning keemasan melambangkan keagungan dan kejayaan.
3.     Merah melambangkan keberanian.
4.     Biru melambangkan kejernihan suasana dengan keaslian watak serta kesetiaan.
5.     Hijau melambangkan kesegaran, kesehatan, dan kesuburan.
6.     Hitam melambangkan kekuatan jiwa.

"Antara Ada Dan Tiada"

Antara Ada Dan Tiada

Seperti yang diketahui, objek filsafat berupa yang ada dan yang mungkin ada. Di dalam filsafat sebuah eksistensi terikat ruang dan waktu. Seperti misalnya Apakah yang dimaksud ‘ada’? Mengapa yang ‘tidak ada’ itu ‘ada’? Dalam pemikiran pada umumnya, jika suatu objek dianggap ada maka objek tersebut eksis secara nyata. Artinya objek tersebut dapat dilihat, disentuh maupun dirasakan keberadaannya. Sedangkan yang tidak ada berarti nihil, atau tidak nampak, tidak dapat disentuh dan dirasakan keberadaannya.
Dalam filsafat, keberadaan suatu objek dikaitkan dengan ruang dan waktu. ‘Tidak ada’ tidak berarti tidak eksis, sedangkan yang ‘ada’ tidak berarti objek tersebut selalu ada. ‘Tidak ada’ bisa juga disebut ‘ada’. Mengapa bisa demikian? Seperti yang sudah disebutkan, jika kita memandang keberadaan suatu objek dalam dimensi ruang dan waktu, ‘ada’ dalam suatu ruang dan waktu dapat juga dikatakan ‘tidak ada’ dalam ruang dan waktu yang lain. Jika sebuah objek berada di tempat tertentu, berarti objek tersebut tidak ada di tempat lainnya, begitu pula jika objek itu ada di suatu waktu tertentu, bisa juga objek itu tidak ada di waktu lain.
Lanjutan>>


Sebagai gambaran, saya memiliki janji dengan seseorang untuk berkunjung ke rumah teman pada jam 13.00 siang nanti. Tiba-tiba saya menerima kabar bahwa saudara saya ada yang kecelakaan dan sekarang di rumah sakit. Karena saudara saya kondisinya kritis dan tidak ada kerabat dekat yang menjenguk, maka saya terpaksa membatalkan janji saya untuk berkunjung ke rumah teman dan memilih untuk menunggui saudara saya di rumah sakit. Pada jam 13.00 siang ini, posisi saya berada di rumah sakit, bukannya di rumah teman saya. Dalam hal ini, saya dikatakan ‘tidak ada’ jika ditinjau dari ruang rumah teman. Akan tetapi saya dikatakan ‘ada’, yakni pada ruang rumah sakit.
Filsafat merupakan pemikiran dari diri kita sendiri. Apa yang ada di dalam pikiran dan yang di luar pikiran. Filsafat yang masih ada dalam pikiran kita sendiri disebut idealis. Persoalannya adalah bagaimana menjelaskan apa yang ada di dalam pikiran kita kepada orang lain, sehingga orang lain dapat mengerti. Sedangkan filsafat yang ada di luar pikiran kita disebut realistis. Peran kita adalah bagaimana memahami hal-hal yang ada di luar pikiran, sehingga dapat berjalan senada dengan yang sebelumnya kita pikirkan.
Berkomunikasi dalam filsafat sama saja beradu pikiran. Apa yang ada dalam pikiran kita tidak selamanya sama dengan yang ada dalam pikiran orang lain. Jalan untuk bisa saling berkomunikasi yaitu dengan saling menjelaskan apa yang ada dalam pikiran diri kita sendiri kepada orang lain agar bisa dipahami. Begitu juga sebaliknya, kita berusaha memahami jalan pikiran orang lain yang sifatnya di luar pikiran kita, dengan cara merubah pandangan.
Pemikiran dari seorang filsuf tidaklah sama satu dengan yang lainnya, karena menyangkut kulitas kedua, ketiga dan keseluruhan. Kembali lagi, karena filsafat berasal dari diri sendiri. Yang sama yaitu kualitas pertama yaitu kualitas pertama yaitu formalnya. Apa yang ada dalam pikiran memiliki ideal sehingga substansi ontologisnya bersifat sama. Tokoh filsafat yang mengkaji idealis adalah Plato, sedangkan realistis adalah Aristoteles.


PENTINGNYA FILSAFAT BAGI MANUSIA

“Kalau hidup hanya sekedar hidup, kera dihutan juga hidup. Kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau disawah juga bekerja”[1].
Seperti itu lah Buya Hamka menggambarkan manusia, hidup jangan hanya sekedar hidup saja, tapi hidup juga harus berfikir bagaimana cara menjalani hidup yang baik. Berfikir sering kali diartikan oleh orang kebanyakan adalah suatu cara orang berfilsafat, berfilsafat didorong oleh keinginan untuk memahamkan apa yang telah kita ketahui dan untuk mengetahui apa yang belum kita ketahui. Berfilsafat bisa juga diartikan dengan merendahkan hati bahwa tidak semuanya mampu kita ketahui dalam alam semesta ini.

Bekerja jangan asal bekerja, tapi bekerjalah dengan ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang selalu kita geluti sejak kita memasuki bangku pelajaran Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Berfilsafat dengan ilmu bearti kita harus jujur dengan diri kita sendiri, akan apa yang kita ketahui tentang ilmu, bagaimana ilmu memberikan kita pengetahuan tentang sesuatu yang belum kita ketahui.

Berfilsafat secara dasariah adalah salah satu cara untuk mengetahui siapa kita, potensi apa yang kita miliki, dan apa orientasi kita terhadap suatu bidang ilmu yang harus kita kuasai dengan cara memunculkan pertanyaan untuk diri kita. Siapa aku? Ingin kemana aku? Apa tujuan hidup aku?. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering, dan pasti akan selalu muncul oleh para filosof sebelum memahami apa hakekat yang sebenarnya dari filsafat, mencari dan terus mencari sebuah kebenaran dari suatu cabang ilmu merupakan proses dari berfilsafat.
 Pengertian Filsafat
Berbicara soal filsafat ingatan kita cendrung akan teringat kepada sebuah negara yaitu Yunani Kuno, ya dari negara inilah kata filsafat berasal yang berasal dari dua suku kata “philos” dan “shofia”. Philos bearti cinta yang sangat mendalam dan shopia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Secara harfiah dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah kecintaan yang sangat mendalam akan kearifan dan kebijaksanaan.

Seseorang yang sedang berfilsafat diumpamakan laksana orang yang sedang menginjakkan kakinya dibumi, sedangkan dia menengadah jauh kelangit melihat bintang-bintang dimalam hari, seakan dirinya ingin menembus gelapnya malam untuk mengetahui sebuah kebenaran dibalik cahaya bintang dan kegelapan yang menyelimuti malam. Atau bagaikan seorang yang berdiri di atas bukit yang tinggi yang kemudian melihat kelembah dan ngarai, dia ingin menyibak sebuah kebenaran dibawah lembah yang dalam dan kelam, dia ingin menghadirkan dirinya dalam sebuah kenyataan alam semesta yang ditatapnya.

Sebelum membahas tentang pengertian filsafat ada baiknya kita singgung sedikit terkait karakteristik filsafat, dalam sebuah buku Filsafat Imu Sebuah Pengantar Popular menuliskan karakteristik filsafat[2] itu adalah pertama menyeluruh, seorang ilmuwan atau filosof tidak akan pernah puas dengan memahami sebuah ilmu dari sudut pandang ilmu itu sendiri, kadang mereka berusaha menemukan sebuah konstelasi hakekat sebuah ilmu dari sudut pandang ilmu yang lain. Apakah itu dilihat dari sudut pandang moral, agama, sosial, politik, lingkungan dan berbagai aspek lainnya. Dari sinilah muncul sifat filsafat itu secara menyeluruh melihat dan memahami hakekat kebenaran dari sebuah ilmu itu dari berbagai sudut pandang, kajian dan penelitian.

Karakteristik kedua filsafat adalah mendasar, orang yang berfilsafat tidak hanya menengadahkan pandangannya melihat bintang, tapi juga sering dan selalu melihat tempat dia menginjakkan kakinya, bahkan sampai jauh kedasar tempat dia berpijak. Dia tidak percaya begitu saja akan kebenaran ilmu, dia akan selalu bertanya dan bertanya hingga memunculkan siklus pertanyaan melingkar yang dimulai dari suatu titik permulaan pertanyaan, Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian kriteria kebenaran? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan hingga dia menemukan sndiri kebenaran atau bantahan dari sebuah kebenaran ilmu.

Karakteristik filsafat yang ketiga adalah spekulasi, terus terang kita tidak akan mampu memahami seluruh pengetahuan yang ada secara keseluruhan dan bahkan kita juga tidak yakin akan sebuah titik awal yang menjadi jangkar pemikiran secara mendasar. Dalam hal ini kita hanya butuh berspekulasi terhadap sebuah penggalian dan pencarian kebenaran akan ilmu. Menyusur sebuah lingkaran pertanyaan kita harus mulai dari suatu titik spekulatifnya, yang penting dalam proses, analisis dan pembuktian kebenaran ilmu, kita mampu memisahkan spekulasi mana yang bisa diandalkan dan mana yang tidak bisa diandalkan.

Setelah membahas karakteristik filsafat, selanjutnya kita coba secara singkat pengertian filsafat. Kajian secara teori, banyak pakar ahli filsafat mendefenisikan tentang filsafat, diantaranya :

Conny Semiawan, at al (1998 : 45)[3] menyatakan bahwa filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lainnya.

Suriasumantri (2005) menyatakan bahwa filsafat sebagai bagian dari sebuah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang memunculkan lingkaran pertanyaan untuk mencari proses pembenaran, yang dimulai dari sebuah titik awal pertanyaan yang sangat mendasar tentang apa yang ditelah oleh ilmu?.

John Brubcher, Mengemukakan filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.

Harun Nasution, filsafat ialah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga ke dasar-dasar persoalan.

Imam Barnadib, Menyebut filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Disebut menyeluruh, karena filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan, malinkan suatu pandangan yang dapat menembus di balik pengetahuan itu sendiri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, terkait apa itu filsafat? Filsafat adalah induk dari semua ilmu dan awal dari langkah mencari dan pembuktian akan kebenaran sebuah ilmu yang sudah ada sebelumnya dan melahirkan akan kebenaran ilmu pengetahuan dengan cara penelitian yang menggunakan akal budi mengenai hakekat segala yang ada, sebab, asal usul dan hukumnya.

Hubungan Manusia dan Filsafat

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang telah mencapai derajat sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, termasuk diantaranya malaikat, jin, binatang dan lain-lain. Diantara kesempurnaan itu terlihat dari ciri-ciri manusia yang memiliki jasmani (fisik) yang terdiri dari kapur, air dan tanah yang bagus, ruh yang berfungsi untuk menggerakkan jasmani dan jiwa yang didalamnya ada rasa dan perasaan, yang terdiri dari 3 unsur :

· Syahwat (Lawwamah) darah hitam, yang dipengaruhi oleh sifat Jin, seperti rakus, pemalas, dan serakah.
· Ghodob (Ammarah) darah merah, yang dipengaruhi oleh sifat setan, seperti sombong dan merusak.
· Natiqoh (Muthmainah) darah putih, yang dipengaruhi oleh sifat malaikat, seperti bijaksana, tenang, berbudi luhur.

Otak merupakan alat dalam menjalankan dan mengendalikan jiwa yang didalamnya terdapat tiga bagian, yaitu : Akal (timbangan) antara hak dan yang bathil, Pikir (hitungan) tentang untung dan rugi, Zikir (ingatan) tentang menghambbakan diri kepada sang pencipta.

Filsafat adalah induk semua ilmu yang ada dalam semesta ini, manusia berfilsafat guna mencari kebenaran dari sebuah ilmu, manusia berfilsafat untuk melatih otak yang diberikan oleh Allah untuk berfikir, berfikir apabila memakai sifat Natiqoh maka akan tercipta sebuah penemuan yang bermanfaat dari cabang filsafat ilmu, jika otak dipakai dengan menggunakan Syahwat dan Ghodob maka akan menghasilkan filsafat ilmu yang lebih banyak mudharat dari manfaatnya, seperti contoh, ditemukannya semacam virus H2C dalam ilmu kesehatan, yang kemudian disebar keseluruh dunia dan dikenal dengan nama penyakit HIV.

Begitulah hubungan antara manusia dan filsafat yang saling mengisi, manusia mempelajari ilmu yang kemudian disebut berfilsafat, filsafat memberikan titik temu antara kebutuhan manusia dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam menguak sebuah kebenaran dari cabang ilmu. Selagi manusia masih berfikir positif maka akan terus tercipta pembaharuan-pembaharuan dari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia berikutnya dan akan lahir peradaban-peradaban baru dalam dunia ini. Namun apabila manusia sudah berhenti berfikir atau berfikir negatif maka peradaban yang sudah ada akan hancur dan terciptalah penemuan-penemuan yang menyesatkan dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang digeluti oleh filsuf.

Pentingnya Filsafat

Ilmu merupakan salah satu cabang pengetahuan yang berkembang dengan pesatnya, perkembangan ilmu pengetahuan tak akan pernah lepas dari kajian dan studi ilmiah. Filsafat merupakan induk semua ilmu dalam rangka mencari pembenaran dalam sebuah ilmu pengetahuan.

Filsafat merupakan perbincangan untuk mencari hakekat dari gejala yang ada atau mencari sesuatu dari segala yang ada. Dalam artian filsafat adalah landasan utama dari segala hal, tumpuan dari segala hal, maka jika salah dalam mengaplikasikan filsafat dalam kehidupan tentu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan umat manusia.

Untuk itu perlu kita ketahui apa pentingnya filsafat bagi manusia, secara teori pentingnya bisa dimaknai dengan apa manfaatnya filsafat bagi manusia. Sebelum memahami arti penting filsafat tentu perlu juga kita ketahui apa tujuan filsafat. Menurut Barber (1988)[4] tujuan filsafat sering dicirikan dengan pencarian kepastian dan kebenaran, bukan hanya mengejar kemurnian metodologis atau pemahaman yang kritis pada diri sendiri. Kepastian merujuk pada kebebasan dari kontingensi dan aspirasi untuk mencapai pengetahuan yang tak tergoyahkan.

Belajar filsafat mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang muncul dalam otak manusia, merenungi setiap detik hembusan nafas yang keluar dari dalam rongga hidung, memahami setiap detak nadi yang terletak dipergelangan tangan kita.

Beberapa manfaat atau pentingnya filsafat bagi manusia, pertama bisa dikelompokkan pentingnya filsafat bagi diri sendiri, kedua, pentingnya filsafat bagi umat (manusia), ketiga, pentingnya filsafat bagi ilmu pengetahuan.

Pentingnya filsafat untuk diri sendiri :

Ø Filsafat memberikan ketentraman dalam hal pemikiran, dan segala sesuatu itu tidak nampak seperti apa adanya.

Ø Filsafat mengantarkan manusia pada derajat yang dijanjikan Allah, derajat kemulian.

Ø Filsafat mampu menjawab pertanyaan siapa kita, mau kemana kita

Ø Berfilsafat mampu memberikan kepuasan diri dalam hal pencarian kebenaran yang sebenarnya.

Ø Berfilsafat mampu membuat kita untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan kita dalam hal menyampaikan pendapat yang benar, menalar dengan jelas, membedakan argument yang baik dan buruk.

Pentingnya filsafat bagi umat :

Ø Filsafat akan membimbing manusia menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang ada dalam pemikiran manusia.

Ø Filsafat akan memberikan manusia pandangan hidup, cara dan untuk bertahan hidup.

Ø Menjadi sumber inspirasi dan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, politik, sosial, dan agama.

Ø Filsafat mengajarkan manusia untuk berfikir secara bijaksana dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam kehidupannya dengan cara berfikir secara logika.

Pentingnya filsafat bagi ilmu pengetahuan :

Dalam penelitian ilmu pengetahuan selalu berhubungan dengan apa yang dilhat, atau yang sering disebut dengan menggejala atau mewujud. Jika kehidupan pengetahuan itu diibarat dengan pohon, maka filsafat adalah akarnya, sedangkan batang, daun, ranting, dahan, bunga dan buah menjadi cabang ilmu pengetahuan yang ada didalamnya.

Sebagai induk (akar) dari semua ilmu pengetahuan, filsafat akan terus berkembang untuk melahirkan penemuan-penemuan baru dibidang ilmu pengetahuan, sebagai contoh, pada tahun 90-an di Indonesia untuk berkomunikasi dengan sahabat, sanak saudara yang ada diperantauan kita harus terlebih dahulu pergi kewartel, atau mengirimkan surat, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan sekarang manusia sudah bisa mengasih kabar berita kepada kawan melalui Short Message Service (SMS) melalui handphone yang dimiliki.

Dalam filsafat akan selalu orang mempersoalkan akar masalah, manusia tidak mau menerima begitu saja, seperti dulu orang mengganggap bahwa bumi ini datar dan pasti ada ujungnya, namun berkembangnya ilmu maka ditemukanlah bahwa bumi ini bulat. Filsafat menguak keterbatasan manusia untuk mengetahui semua ilmu pengetahuan, dengan berfilsafat yang tersembunyi dibalik lampisan bumi yang terdalam.

Berfilsafat dalam ilmu pengetahuan akan memunculkan hakekat kebenaran dari sebuah ilmu yang selama ini diyakini oleh manusia. Berfilsafat akan melahirkan ilmu-ilmu baru yang akan bermanfaat bagi manusia.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan pentingnya filsafat bagi manusia, untuk menjaga stabilitas keilmuan yang sudah ada dengan terus dimodifikasi dengan penelitian ilmiah, mencari hakekat kebenaran dari ilmu, dan menciptakan ilmu pengetahuan yang berguna bagi generasi selanjutnya guna meneruskan peradaban dunia.


FILOSOFI DAN SEJARAH MIMPI

FILOSOFI DAN SEJARAH MIMPI

Menurut para pakar atau sang ahli folosofi mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan mata yang cepat.
dreaming
Pada dasarnya memang mimpi memiliki kecenderungan untuk menentukan baik atau tidaknya mimpi tersebut akan berlabuh/bersanding dengan pikiran kita, tetapi apabila kita melihat dari kaca mata orang yang sedang tidur mimpi itu hanya sebuah ilusi semata yang menyamakan dirinya dengan kejadian yang sedang dilaluinya atau kita bisa sebut illusions.
Untuk itu sekarang kita lihat lebih jauh kepada mitologi yunani yaitu:
Oneiroi (bahasa YunaniΌνειροι, mimpi) adalah para dewa mimpi dalam mitologi Yunani. Mereka ada tiga, yaitu Morfeus (ahli berubah menjadi manusia), Ikelos atau Fobetor (ahli berubah menjadi hewan), dan Fantasos (ahli berubah menjadi objek alam). Dalam mitologi Romawi, jumlah mereka adalah 999 dan tiga Oneirei yang disebut di awal adalah yang paling termasyhur. Simbol mereka adalah bunga opium.
Menurut Hesiodos, Oneiroi adalah anak-anak Niks (dewi malam). Niks melahirkan mereka sendirian sehingga Oneiroi merupakan saudara Hipnos (tidur), sedangkan Kikero berpendapat bahwa Oneiroi lahir dari hubungan antara Niks dan Erebos (kegelapan). Ovidius sendiri menyebutkan Oneiroi sebagai putra Hipnos.
Dalam Iliad karya Homeros, seorang Oneiros (anggota Oneiroi) diperintahkan oleh Zeus untuk mendatangi Agamemnon dan menyegerakannya untuk berperang.
Oneiroi tinggal di Daratan Mimpi/Dunia mimpi (Demos Oneiroi) yang terletak di dunia bawah. Tempat tersebut dekat dengan kediaman Niks (dewi malam). Ada dua gerbang di sana, yang satu dihiasi dengan gading, sedangkan satu lagi dengan tanduk. Mimpi palsu keluar dari gerbang gading, sedangkan mimpi masa depan muncul dari gerbang tanduk. Statius menggambarkan para dewa mimpi berada di dekat dewa Hipnos di gua di daerah tersebut.
Itu adalah gambaran tentang mitologi Yunani tentang dunia mimpi. Apa definisi anda untuk dunia mimpi?
24-X42-inch-Sci-Fi-kota-langit-mimpi-Castle-mencetak-lukisan-minyak-seni-kustom-cetak-315
Untuk mendefinisikan lebih logis tentang keberadaan dan tingkat mimpi yang sedang dialami mari kita kaji tentang ruang dan waktunya, yaitu sebuah celah kecil untuk mempelajari tentang dunia mimpi dan alasan serta tujuan yang jelas agar mendapatkan hasil yang memuaskan bagi pembaca.
Tentu saja pada saat kita bermimpi pasti menemukan hal yang tidak logis meskipun ada yang logis (seperti mengigau) ini juga menjadi acuan kita untuk terus menghentikan mimpi tersebut secara sadar. ruang yang kita miliki adalah dasar kita untuk menciptakan suatu pandangan tentang mimpi ini menjelaskan tentang keberadaan mimpi di bawah alam sadar kita.
Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi. Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.
Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk. Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.
800px-Antonio_de_Pereda_-_The_Knight's_Dream
Oneirologi berasal dari bahasa Yunani ὄνειρος / oneiros yang dalam bahasa indonesia yang berarti “mimpi” adalah cabang ilmu pengetahuan yang meneliti tentang mimpi. Cabang ilmu pengetahuan ini juga mencoba mencari korelasi antara mimpi dengan fungsi otak, serta pemahaman tentang bagaimana cara kerja otak selama seseorang sedang bermimpi dan kaitannya dengan pembentukan memori dan gangguan mental. Studi tentang oneirology berbeda dengan studi tentang analisis mimpi, tujuan dari studi oneirologi adalah untuk mempelajari proses terjadinya sebuah mimpi dan cara kerja sebuah mimpi bukannya menganalisis makna sebuah mimpi.
Penggunaan kata oneorologi tercatat pertama kali pada 1653. Pada abad ke-19 dua pendukung dari ilmu ini adalah seorang sinologists Perancis Marquis d’Hervey de Saint Denys dan Alfred Maury. Ilmu ini semakin menjadi terkenal pada tahun 1952, ketika ]]Nathaniel Kleitman]] dan muridnya Eugene Aserinsky menemukan adanya sebuah siklus teratur. Sebuah penelitian lebih lanjut oleh Kleitman dan William C. Dement, dan beberapa mahasiswa kedokteran, menemukan bahwa ada sebuah periode yang istimewa dalam waktu tidur manusia selama adanya aktivitas listrik yang kuat dalam otak, yangv diukur dengan menggunakan electroencephalograph (EEG), ketika seseorang dalam kondisi mendekati bangun tidur, di mana bola mata manusia sedang aktif. Tidur semacam ini dikenal sebagai rapid eye movement (REM), dan dari percobaan Kleitman dan Dement ini ditemukanlah korelasi antara tidur REM dan bermimpi.
Oneorology meneliti sebuah eksplorasi mekanisme terjadinya mimpi, pengaruh sebuah mimpi, dan gangguan-gangguan yang terjadi akibat bermimpi. Studi Oneirology memiliki kesamaan dengan neurologi dan dapat mempunyai variasi karena terdapat perbedaan ukuran dari sebuah mimpi, Oneorology juga menganalisis gelombang-gelombang otak selama bermimpi, mempelajari efek obat dan neurotransmiter dengan tidur dan mimpi. Meskipun ada perdebatan terus tentang tujuan dan asal usul mimpi, masih ada keuntungan besar dari mempelajari mimpi sebagai fungsi dari aktivitas otak. Salah satu penemuan yang ditemukan dari cabang pengetahuan ini adalah ditemukannya implikasi dalam pengobatan beberapa jenis penyakit mental.
Awal terjadinya sebuah mimpi memang didahului oleh adanya sebuah pengelihatan terhadap sesuatu yang dimungkinkan bukan kejadian yang sedang terjadi(tidak sadar) dan memiliki suatu ruang lingkup yang lebih besar dari yang ada (logis). seperti mimpi yang buruk atau semacamnya dapat menimbulkan efek yang negatif terhadap kenyamanan tidur, sedangkan kejadian logis memperuntukannya untuk mimpi yang baik (indah) terungkap bila kemungkinan pola kerja otak yang seharusnya dan berjalan dengan baik sehingga dapat menghasilkan mimpi yang baik pula.
Dengan kata lain mimpi yang baik dapat diperoleh apabila kita menjalani alam kesadaran kita dengan seimbang dan selaras antara saraf sensorik maupun motorik. ada sebuah ilmu yang mempelajari keseimbangan dalam dunia sains yaitu neurotransmiter.
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan datangnya potensial aksi.
how-neurotransmitters-work-1-728
Sejauh ini cara kerja neurotransmiter dalam membawa sinyal yang dikenal sebagai neuron didalam vesikel sinapsis. untuk lebih jelasnya lihat gambar diatas. cara yang dilalui oleh neuron tersebut mengalami perpindahan sehingga menyebabkan adanya kegiatan/aktifitas yang terjadi. seperti hubungan yang terjadi antara satu sel saraf dengan yang lain. penghubung dalam merambatkan impuls.
macam – macam neurotransmiter dan fungsinya adalah Asetikolin, Dopamin, Adrenalin.

sumber : https://christiandwiyanto.wordpress.com/filosofi-mimpi/

Hukum Sejak Dini Bukan sekedar pasal dalam undang-undang, tetapi apa yang ada di balik itu.

Mahasiswa Harus Diajari Filsafat 
Cara belajar mengajar di kebanyakan fakultas hukum di Indonesia menuai kritikan. Ada yang menilai cara belajar masih berdimensi satu arah, ada juga yang menilai proses belajar yang terlalu legalistik. Kritikan ini terkuak dalam sebuah konferensi internasional tentang pendidikan hukum Asia Tenggara di Universitas Airlangga, Surabaya, pekan lalu.
Dosen Filsafat Hukum Universitas Binus, Sidarta mengatakan selama ini mahasiswa hukum hanya diajari teks atau isu undang-undang, bukan apa konteks undang-undang itu dibuat dan apa latar belakangnya.
Ia mencontohkan UU Penanaman Modal yang diajarkan di fakultas-fakultas hukum. Mahasiswa hanya dituntut memahami apa isi dalam UU tersebut. “Mereka tak diajari kenapa undang-undang itu dibuat, cerita apa di balik kelahiran undang-undang tersebut. Itu yang nggak pernah diajar di kelas. Padahal, itu yang harus mereka tahu,” ujarnya.
Sidarta mengatakan proses belajar mengajar yang terlalu ‘legalistik’ yang akhirnya membuat para sarjana hukum hanya memakai “kaca mata kuda” ketika terjun ke masyarakat. Ia mengaku yakin bila pemahaman sejarah undang-undang dan filsafat hukum diajarkan sejak dini, maka wajah penegakan hukum Indonesia akan berbeda seperti sekarang ini. 
“Ketika hakim mengadili kasus KDRT atau Narkoba, dia tahu filosofi UU itu. Jadi, tak hanya pakai kacamata kuda. Karena ketika dia kuliah dulu, dosennya menyampaikan dan mengajarkan hal tersebut,” tambahnya.
Karenanya, menurut Sidarta, paradigma para dosen yang hanya mengajarkan pasal-pasal kepada para mahasiswa hukum harus mulai diubah. “Dia harus mengajarkan pesan-pesan yang ada di dalam pasal itu,” tuturnya.
Sidarta mengakui perubahan cara mengajar di fakultas hukum ini bukan hal yang gampang. Pasalnya, dosen yang berminat kepada filsafat hukum semakin hari semakin berkurang. Bahkan, ada anekdot bahwa pengajar filsafat hukum harus dosen yang sepuh. “Di kampus kita biasanya yang mengajar fisafat hukum itu seiring dengan usianya,” seloroh Sidarta. 
Bukan Fakultas Legislasi
Dalam makalahnya, Dosen Hukum Indonesia di Universitas Leiden, Adriaan Bedner berpendapat fakultas hukum di Indonesia harus benar-benar kembali menjadi ‘fakultas hukum’, bukan sebagai ‘fakultas legislasi’ yang hanya mempelajari pasal-pasal dalam undang-undang. Menurut dia, dosen hukum berperan besar dalam hal ini.
Adriaan menuturkan bahwa dosen hukum harus menjejali para mahasiswanya dengan bahan-bahan hukum yang kaya dengan “pertimbangan hukum’, daripada menawarkan analisa secara tekstual. Caranya, mahasiswa harus dibiasakan bagaimana menyelesaikan sebuah kasus.
“Mereka harus dibiasakan mendiskusikan kasus-kasus baik yang nyata maupun fiktif dan bagaimana menyelesaikannya secara hukum,” sebutnya.
Adriaan menjelaskan untuk melakukan ini maka dibutuhkan materi-materi hukum yang layak daripada hanya sekadar undang-undang yang sering digunakan. Ini mengharuskan para dosen untuk lebih sering melihat kasus-kasus hukum yang relevan terhadap subjek mata kuliah yang diajarkannya. Tugas terpenting para dosen hukum saat ini adalah mulai menginventarisir putusan-putusan MA yang sudah tersedia di website dan mulai membahas dan mengomentari putusan-putusan tersebut, sebelum akhirnya dibawa ke mahasiswa untuk didiskusikan.
Sebelumnya, pada kesempatan berbeda, Guru Besar HTN Universitas Indonesia, Jimly Asshiddiqie berpesan agar para mahasiswa hukum harus menggali ilmu-ilmu hukum yang bertebaran di internet. Ia berpendapat suatu saat kehadiran dosen bisa tak diperlukan lagi bila mahasiswa sudah bisa memanfaatkan internet secara maksimal
.

Sumpah Mahasiswa: Filosofi atau Retorika Belaka

Sumpah Mahasiswa: Filosofi atau Retorika Belaka


Kami Mahasiswa Mahasiswi Indonesia Bersumpah :
1. Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
2. Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
3. Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.
Pertama kali mendengar sumpah ini jujur benar-benar bangga dan memiliki apresisi tinggi terhadap mahasiswa-mahasiswi pencetusnya. Diucapkan dengan nada-nada perjuangan, semangat untuk mengubah negeri ini menjadi lebih baik, suara-suara yang bergema memenuhi. Setelah molihat video demonstrasi mahasiswa tahun 1998 dan video serta berita-berita ketidakadilan negara dan berbagai penindasan terhadap masyarakat arus bawah.
Berbagai tindakan dan perilaku para mahasiswa seolah tak menunjukkan eksistensi dan loyalitas mereka terhadap sumpah tersebut.
Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
Kejadian kekerasan di berbagai kampus, baik dalam lingkup militer,sipil, maupun umum tentu sudah jelas mengoyak-oyak sumpah pertama yang setiap mahasiswa pernah ucapkan tersebut. Berbagai hal, baik secara fisik maupun psikis sering mereka lakukan dengan dalil “ketegasan” dan “kedisiplinan”.
Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
Ketika saya berbicara tentang keadilan, maka perspektif yang saya gunakan adalah perspektif menyeluruh, baik dilihat dari mahasiswa, pemerintah, dan masyarakat luas pada umumnya. Bila kita lihat demonstrasi akhir-akhir ini, maka kita akan dengan mudah melihat bagaimana hampir setiap aksi mahasiswa selalu diwarnai dengan kekerasan. Ketika mereka berdalih bahwa mereka memboikot jalan ataupun membakar ban untuk menyampaikan aksinya, tanyakan juga pada mereka, “Apakah kalian tidak sedang mengganggu masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas jalan tersebut? Apakah dengan cara ini kalian tidak sedang menghilangkan hak-hak pengguna jalan yang lain?” Mungkin itu contoh sederhana, tetapi bilakita ingat demonstrasi di Makassar beberapa bulan yang lalu, para mahasiswa dengan sikap arogansinya memboikot dan menghancurkan semua fasilitas umum hanya untuk menyampaikan aspirasi mereka, bahkan mereka melempari mobil ambulance yang sedang lewat. Apakah itu bentuk keadilan untuk masyarakat???
Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.
Untuk satu hal ini saya akan mencoba melihat dari sudut pandang akademik para mahasiswa. Mereka selalu berkata bahwa mereka ingin bahasa yang jujur tanpa kebohongan sama sekali. Sekarang coba tanyakan kepada para mahasiswa, “Apakah kalian jujur ketika ujian? Apakah kalian jujur ketika menyampaikan nilai IP kepada keluarga di rumah? Apakah kalian juga jujur ketika keluarga menanyakan apa kegiatan kalian di kampus?” Jika dilihat dari sisi lain, jujur saya tidak terlalu percaya bahwa mereka berjuang benar-benar murni untuk negara, karena beberapa teman aktivis saya ikut berdemonstrasi hanya untuk mendapatkan uang dan makanan bungkusan dari seorang yang berkepentingan akan adanya demo tersebut.
Melalui tulisan ini, saya tidak bermaksud untuk menggeneralisasikan bahwa semua mahasiswa seperti yang saya ungkapkan tadi, dan saya juga tidak bermaksud untuk membuat mahasiswa benci akan “aktivis” tapi untuk semua Mahasiswa Indonesia saya harapkan dapat lebih dewasa dan mengerti bahwa mereka adalah pioner-pioner pembaharuan yang menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Kalau mahasiswa/i Indonesia masih seperti ini, maka jangan heran jika ketika mereka menjadi “pembesar-pembesar” negeri ini mereka hanya bisa beretorika tanpa ada bukti nyata perubahan bangsa.
“Perubahan yang dilakukan mahasiswa hanyalah sebatas ide, sampai mereka benar-benar menjadi penguasa negeri ini dan mewujudkan perubahan tersebut”
Hidup Mahasiswa!!!
 reblog from : http://bem.fti.uad.ac.id/sumpah-mahasiswa-filosofi-atau-retorika-belaka/

FILOSOFI LAMBANG PROVINSI BANTEN

Arti Lambang Provinsi Banten
Arti Lambang Provinsi Banten

Kubah Mesjid, melambangkan kultur masyarakat yang agamais.

Bintang bersudut lima, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menara Mesjid Agung Banten, melambangkan semangat tinggi, yang berpedoman pada petunjuk Allah SWT.

Gapura Kaibon, melambangkan Daerah Propinsi Banten sebagai pintu gerbang peradaban dunia, perekonomian dan lalu lintas internasional menuju era globalisasi.
Padi berwarna kuning berjumlah 17 dan kapas berwarna putih berjumlah 8 tangkai, 4 kelopak berwana coklat, 5 kuntum bunga melambangkan Propinsi Banten merupakan daerah agraris, cukup sandang pangan. 17-8-45 menunjukkan Proklamasi Republik Indonesia.

Gunung berwarna hitam, melambangkan kekayaan alam dan menunjukkan dataran rendah serta pegunungan.
Badak bercula satu, melambangkan masyarakat yang pantang menyerah dalam menegakkan kebenaran dan dilindungi oleh hukum.

Laut berwarna biru, dengan gelombang putih berjumlah 17 melambangkan daerah maritim, kaya dengan potensi lautnya.

Roda gerigi berwarna abu-abu berjumlah 10, menunjukkan orientasi semangat kerja pembangunan dan sektor industri.

Dua garis marka berwarna putih, menunjukkan landasan pacu Bandara Soekarno Hatta.

Lampu bulatan kuning, melambangkan pemacu semangat mencapai cita-cita.

Pita berwarna kuning, melambangkan ikatan persatuan dan kesatuan masyarakat Banten.
Semboyan "IMAN TAQWA" sebagai landasan pembangunan menuju Banten Mandiri, Maju dan Sejahtera.


Merah : melambangkan keberanian
Putih : melambangkan suci, arif dan bijaksana
Kuning : melambangkan kemuliaan, lambang kejayaan dan keluhuran
Hitam : melambangkan keteguhan, kekuatan dan ketabahan hati
Abu-abu : melambangkan ketabahan
Biru : melambangkan kejernihan, kedamaian dan ketenangan
Hijau : melambangkan kesuburan
Coklat : melambangkan kemakmuran

ILMU PENGETAHUAN DAN TANTANGAN GLOBAL

Kita hidup di dunia yang penuh tantangan. Di satu sisi, berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, perang dan kesenjangan sosial di berbagai negara, tetap ada, dan bahkan menyebar. Di sisi lain, krisis lingkungan hidup memicu berbagai bencana alam di berbagai tempat. Kita membutuhkan cara berpikir serta metode yang tepat, guna menghadapi dua tantangan tersebut.
Ilmu pengetahuan mencoba melakukan berbagai penelitian untuk memahami akar masalah, dan menawarkan jalan keluar. Beragam kajian dibuat. Beragam teori dirumuskan. Akan tetapi, seringkali semua itu hanya menjadi tumpukan kertas belaka yang tidak membawa perubahan nyata.
Bahkan, kini penelitian sedang dilakukan untuk memahami beragam penelitian yang ada. Jadi, “penelitian atas penelitian”. Dilihat dari kaca mata ilmu pengetahuan, kegiatan ini memang perlu dan menarik. Namun, dilihat dari sudut akal sehat sederhana, ini merupakan tanda, bahwa telah ada begitu banyak kajian dan teori yang lahir dari penelitian dengan nilai milyaran dollar, sementara hasilnya masih dipertanyakan.
Banjir Teori
Kondisi ini saya sebut sebagai “banjir teori” dan “banjir kajian”. Kajian dibuat demi kajian itu sendiri. Teori dirumuskan demi teori itu sendiri. Ini merupakan kesalahan berpikir mendasar di dalam dunia akademik sekarang ini.
Kondisi juga menciptakan kebingungan, baik di antara para ilmuwan sendiri, maupun masyarakat luas. Di dalam kebingungan semacam ini, beragam masalah tetap ada. Bahkan, dalam beberapa kasus, masalah-masalah yang ada justru membesar dan menyebar. Uang milyaran dollar pun lenyap begitu saja untuk penelitian-penelitian yang absurd.
Kajian banyak terjadi di level teori. Perdebatan juga terjadi di level teori. Namun, ini jelas tidak cukup. Umat manusia membutuhkan cara berpikir yang baru, guna menghadapi berbagai tantangan dunia.
Hakekat Teori
Teori adalah rangkaian kata-kata ataupun simbol untuk menjelaskan suatu keadaan atau fenomena di dalam dunia. Teori juga merupakan bentuk abstraksi pikiran manusia atas keadaan atau benda di dunia. Dalam arti ini, dapat dengan lugas dikatakan, bahwa teori itu bukanlah kenyataan, melainkan abstraksi yang sekaligus juga berarti penyempitan (reduksi) dari kenyataan itu sendiri. Berteori berarti mencabut unsur-unsur di dalam kenyataan yang dianggap penting, dan berarti mengabaikan atau bahkan membuang hal-hal yang dianggap tidak penting.
Perdebatan pun lalu banyak terjadi di level teoritis. Para ilmuwan sibuk dengan konsep, kata dan simbol. Mereka kerap lupa, bahwa apa yang mereka bicarakan dan teliti itu adalah kehidupan manusia dengan segala kekayaannya. Mereka lalu membangun teori di atas teori, dan begitu terus, sampai tidak lagi memiliki akar di dalam kenyataan.
Jadi, teori tidak membantu manusia untuk memahami kenyataan. Bahkan, yang terjadi adalah sebaliknya, yakni teori justru mengaburkan pengetahuan manusia atas kenyataan. Kita tidak lagi dapat memahami realitas sebagaimana adanya, melainkan hanya realitas sebagaimana kita teorikan di dalam kepala dan penelitian kita. Dan karena begitu banyak teori, maka ada begitu banyak “realitas”, dan akhirnya menciptakan kebingungan yang besar.
Dunia akademik menciptakan semacam dunia baru, yakni dunia imajinasi. Dunia imajinasi ini berisi kata, simbol dan teori. Di dalamnya terkandung, harapan dan ketakutan yang ditutupi dengan selubung rumusan, formula, ataupun teori. Semua ini membuat orang tak lagi mampu memahami realitas apa adanya.
Melampaui Teori
Jika kita hanya memahami dunia melalui teori dan konsep di dalam kepala kita, maka kita tidak akan bisa memahami realitas apa adanya. Jika kita tidak dapat memahami realitas apa adanya, maka kita akan tersesat. Kita tidak lagi bisa membedakan antara kenyataan dan ilusi yang muncul di kepala kita. Akibatnya, kita pun bingung, dan tidak dapat menanggapi dengan tepat beragam tantangan yang ada.
Untuk mencegah itu, kita perlu memahami kenyataan apa adanya. Kita perlu bergerak melampaui teori, dan memahami dunia apa adanya. Kata “melampaui” bisa juga diganti dengan kata “sebelum” teori, yakni dunia apa adanya, sebelum kita merumuskan konsep atasnya. Para filsuf fenomenologi Jerman, seperti Edmund Husserl dan Martin Heidegger, menyebutnya sebagai dunia kehidupan (Lebenswelt), yakni dunia prakonseptual (sebelum konsep). Para pemikir filsafat Timur, seperti Seung Sahn dan Lin-Chi, menyebutnya sebagai dunia-tanpa-pikiran.
Bagaimana kita bisa memahami kenyataan apa adanya? Kita harus melepaskan diri dari konsep dan teori. Kita harus melepaskan diri kita dari kebiasaan berpikir konseptual. Dengan ini, lalu kita bisa mencerap (wahrnehmen) kenyataan apa adanya, yakni kenyataan sebelum dan sekaligus melampaui konsep serta teori.
Dalam arti ini, kita tidak lagi memahami (begreifen) kenyataan, melainkan mengalami (erleben) kenyataan. Kita tidak memenjara realitas ke dalam kata dan simbol, melainkan membiarkan realitas itu tampil apa adanya ke dalam kesadaran kita. Kita bergerak ke level sebelum pemikiran, dan kemudian menyentuh realitas apa adanya. Dalam arti ini, tidak ada lagi perbedaan antara aku dan realitas.
Di dalam persentuhan dan kesatuan dengan realitas ini, kita pun mengalami perubahan kesadaran. Cara berpikir kita berubah. Cara hidup kita berubah. Keputusan dan prioritas dalam hidup kita pun lalu ikut berubah.
Kebingungan lenyap. Orang bingung, karena kepalanya dipenuhi konsep dan teori. Keadaan ini menciptakan ketakutan dan harapan berlebihan yang membuat orang tak jernih memandang realitas. Keputusan-keputusan yang ia ambil pun lalu mencerminkan kebingungan di dalam hidupnya.
Sebaliknya, persentuhan langsung dengan realitas membuat teori dan konsep lenyap seketika. Segalanya menjadi jelas dan jernih. Orang tahu, apa yang harus ia lakukan. Pijakannya bukanlah lagi melulu pertimbangan rasional dan logis, melainkan “intuisi”, yakni pengalaman langsung dengan kenyataan.
Dalam keadaan ini, moralitas sebagai seperangkat aturan bertindak tidak lagi diperlukan. Berbuat baik adalah sesuatu yang alamiah, ketika orang menyentuh realitas dengan intuisinya. Berbuat jahat, dalam arti mendorong penderitaan, juga secara alamiah dihindari. Orang tidak dipenuhi oleh “perang teori” dan “perang konsep” di dalam kepalanya soal baik buruk- benar salah, melainkan hidup dengan pikiran jernih, guna menghadapi segala yang ada sesuai keadaan yang nyata.
Dengan kejernihan semacam ini, kita bisa bekerja sama, guna menghadapi berbagai tantangan jaman yang ada. Kita tidak lagi terjebak dengan teori dan konsep. Kita juga tidak lagi terjebak dalam kebingungan dan ketakutan. Namun, keadaan ini haruslah dilatih terus menerus, sehingga ia sungguh menjadi bagian nyata dari kehidupan kita, dan bukan sekedar sensasi sesaat belaka.
Perdamaian yang sejati dapat terbentuk, ketika kita melepaskan ide-ide kita tentang perdamaian. Kita tidak lagi ngotot menciptakan perdamaian “versi kita”. Kita tidak lagi terjebak pada “konsep perdamaian” atau “teori tentang perdamaian” yang kita anggap benar. Ketika kita bisa mencerap kenyataan apa adanya, pada saat itulah, kita bisa mengalami perdamaian sejati di dalam batin, maupun dengan orang sekitar.